Batas

Jul. 21st, 2014 03:43 pm
shoutoshiro: (eating)
Title: Batas
Genre: Angst
Rating: K
Fiction Type: Oneshot

Language: Bahasa Indonesia

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: everything in this fic © Shou Toshiro

Batas

Berhadapan dengan langit yang berwarna persik dengan gradasi oranye, aku menarik konklusi bahwa jingga belum memutuskan untuk tidur.

“Hei.” Suaramu dan suara angin beradu, memperebutkan mana yang lebih dulu sampai di telingaku - oh, suaramu tentu sampai lebih dulu. Sayang sekali, Tuan Angin.

“Apa?” Aku menyahutimu.

“Aku akan belajar di Denmark tahun depan.”

“Kenapa?”

“Memang harus begitu.” Kamu tertawa sambil terus menujukan pandanganmu ke arah jalanan yang ramai akan kendaraan berlalu-lalang, padahal aku bertanya serius.

“Kenapa?” Kuulangi pertanyaanku yang sebelumnya, mengharapkan jawaban yang definitif.

“Memangnya sampai kapan kita mau terus bersama?” Kamu berbalik bertanya padaku. Aku terdiam, tak dapat menjawabnya.

Saat aku sampai di rumah, kuulangi lagi pertanyaanmu di dalam benakku. Berenang, menyelam lebih dalam, dan makin dalam. Menghabiskan seluruh tenaga otakku untuk berpikir, berusaha untuk mencari jawaban darinya. Nihil.

Sudah juga ia bertanya ke beberapa jawaban yang lewat dalam otakku, namun hasilnya tetaplah nihil.

None. Nihil. Tak ada.

Pada akhirnya, setelah aku menyelam di museum memori, aku teringat bahwa kita hanyalah sebatas teman.

Ya, teman. Tak kurang, tak lebih.



A/N: Terinspirasi lagu scene oleh keeno yang dinyanyikan Hatsune Miku.
shoutoshiro: (pause)
Title: Reveri dalam Sebuah Atensi
Genre: Romance
Rating: K
Fan-fiction type: Oneshot

Language: Bahasa Indonesia

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: PSYCHO-PASS © Urobuchi Gen

Reveri dalam Sebuah Atensi

Kougami Shinya menarik Ginoza Nobuchika ke dalam pelukannya, tak mempedulikan lagi atensi-atensi yang ditunjukkan oleh orang di sekitar mereka.

“Ko-Kougami! Bodoh, apa yang kau lakukan?! Lepaskan!”

Pemuda berkacamata yang secara teknikal adalah korban tersebut meronta, berusaha melepaskan pelukan Shinya agar tidak menarik atensi orang banyak, tapi sepertinya sudah terlambat.

“Aku menyukaimu, Gino. Aku sangat menyayangimu.” Shinya berbisik pada Nobuchika. Suaranya terdengar memohon; jadi, seberapa ingin Nobuchika memukul kepalanya dan bicara bahwa sepertinya ada satu atau beberapa sekrup di kepala Shinya yang copot, ia tak dapat melakukan hal itu.

Nobuchika juga merasakan hal yang sama menyangkut Shinya; ia tak dapat menyangkalnya.

Merah buah persik menghiasi kedua pipi Nobuchika saat ia merasakan jemari-jemari Shinya mengelus lembut surai hitam legamnya, membuatnya semakin manis. Alisnya mengerut, mulutnya sama sekali tidak membentuk senyuman – melainkan membentuk sebuah garis miring.

Oh, andai Shinya melepaskan pelukannya lebih dulu dan melihat ini, ia pasti akan melakukan sesuatu pada Nobuchika yang akan menarik atensi orang lain lebih banyak. Setidaknya, Nobuchika bersyukur akan hal itu.

Nobuchika tahu Shinya menyukainya. Ia tahu Shinya menyayanginya. Ia tahu Shinya mencintainya. Ia tahu. Nobuchika tahu.

“Aku tahu, bodoh… Aku tahu.”

Shinya menutup kedua matanya dan tersenyum simpul. “Aku senang kau tahu.”

Pada akhirnya – mereka tak lagi mempedulikan atensi orang-orang di sekitar mereka, perlahan tenggelam dalam sebuah reveri. Tak perlu lagi ada kata yang bertukar di antara mereka.

Reveri yang nyata ini hanyalah milik mereka. Tak akan ada seorang pun yang dapat memasukinya, sekalipun kau seseorang bernama Makishima Shougo atau Tsunemori Akane. Tentu saja, akan selalu ada pengecualian. Ini klise, namun pengecualian ini tentu saja jatuh pada Kougami Shinya dan Ginoza Nobuchika.

Bagaimana? Tak perlu dijelaskan lebih jauh lagi, ‘kan?



A/N: Short, plotless, fluffy thing I wrote out on a whim. May be an AU, may not be an AU, depending on how you would like to see it.
shoutoshiro: (pinkies)
Title: Janji Segitiga Musim Panas
Genre: General
Rating: K
Fiction type: Oneshot

Language: Bahasa Indonesia

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: everything in this fic © Shou Toshiro

Janji Segitiga Musim Panas

“Lavender, lihat!” Coffee menarik tangan kecil gadis yang berada di sampingnya –Lavender, sambil menunjuk ke arah langit.

“Indah sekali!” Kedua iris berwarna violet milik Lavender berbinar seakan ada bintang dalam kedua bola mata yang bulat itu. Anak lelaki yang di sebelahnya mengangguk dengan senang. “Iya, ‘kan?”

Jari-jari kecil mengarah ke arah langit berbintang yang diselimuti oleh rasi bintang segitiga musim panas, seakan ingin menangkapnya. Menunjuk ke arah salah satu bintang, gadis kecil itu bertanya. “Ko-chan, bintang yang itu namanya apa?”

Anak lelaki itu melihat ke atas. “Yang mana?”

Jari-jari kecil kembali menuntunnya untuk melihat ke arah yang ditunjuk, iris cokelatnya terhenti pada satu bintang yang terlihat paling bersinar diantara yang lain. “Yang itu, Ko-chan. Yang paling bersinar.”

Tersenyum lebar, anak lelaki itu melirik si gadis kecil sebentar sebelum kedua iris berwarna gelapnya kembali terfokus pada segitiga yang berada di langit malam. “Yang itu namanya Deneb. Kalau yang itu, namanya Altair. Dan yang di atas itu, namanya Vega.”

Kedua iris berwarna violet semakin berbinar saat mendengar penjelasan dari teman sepermainannya itu. Ide muncul dalam benaknya. “Ko-chan!” Gadis kecil itu berseru, dan menggenggam kedua tangan anak lelaki yang berada di sampingnya. “E—eh? Apa?” Tanyanya, bingung menghiasi kedua iris cokelatnya.

“Nanti kalau sudah besar, kita lihat bintang seperti ini lagi, ya?” Ujar si gadis kecil, tersenyum, mengulurkan jari kelingkingnya.

“Iya!” Mengangguk dengan senang, anak lelaki itu juga mengulurkan jari kelingkingnya pada gadis kecil yang sekarang berada di hadapannya – mengikatnya dengan kuat. “Ko-chan, janji, ya?”

—Tentu saja disambut dengan senyum gembira oleh pemilik iris berwarna cokelat. “Iya, janji!” Ujarnya senang, kedua jari kelingking kecil masih terikat; janji yang mereka buat di bawah sang segitiga musim panas.



A/N: Hai. Shou di sini. Judulnya cheesy banget orz. Maaf enggak nge-post selama 2 bulan terakhir ini. Aku lagi kena writerblock selama 2 bulan terakhir ini, dan Senin, aku masih ada ujian di sekolah, ditambah lagi bulan depan ujian nasional. Ini original fiction pertama yang aku buat dan publish di internet. Sekuel saat mereka sudah besar nanti mungkin akan kubuat.
shoutoshiro: (eating)
Title: 手をつないで
Genre: Romance
Rating: K
Fan-fiction type: Oneshot

Pairing: Kanda/Allen
Fandom: D.Gray-man
Language: English

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: D.Gray-man © Katsura Hoshino

手をつないで

“I can’t sleep, Kanda. I think it would be nice if someone were to hold your hand if you somehow can’t fall asleep,” The said man grunted. “Still wanting for someone to hold your hand to fall asleep? What are you, five?”

Allen glared and pouted childishly. “Well, excuse me for being immature.” He said before turned his back to the raven-haired samurai. The latter scoffed before turning Allen, making the white-haired boy facing him again.

Kanda brought Allen to his chest instead of holding his hand, much to Allen’s embarrassment. “Better, Bean sprout?” Allen blushed in response, a delicate color of pink tinting his cheeks. “Y—Yeah, better. Thank you, Kanda,” he whispered.

“Happy now?”

Allen smiled one last time, before he cuddled more to the warmth that Kanda's provided, and eventually drifting into a peaceful slumber. “Good night, Kanda.”



A/N: Actually inspired by Wotamin’s cover of Rokutousei no Yoru. I’m actually planning to do a full and long Yullen oneshot inspired by this song, but I still have this fever urgh. Please feel free to correct my grammar mistakes if you spot any.

Bouquet

Dec. 25th, 2012 12:54 am
shoutoshiro: (drowning in blue)
Title: Bouquet
Genre: Friendship ;one-sided romance
Rating: K
Fan-fiction type: Oneshot

Pairing: Lavi/Allen
Fandom: D.Gray-man
Language: English

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: D.Gray-man © Katsura Hoshino

Bouquet

“Tonight, meet me at the backyard.”

[x]

Lavi smiled when he saw mop of white hair approaching him. “Hey, Allen.” He greeted.

The said boy was still panting heavily because of running all his way to the backyard. “What… do you have something… to talk to me…?” He asked in the middle of his heavy breathing, instead of replying Lavi’s greeting.

Lavi approached the panting boy in front of him. The red-haired man pushed down his bandana to his neck, and he pulled out his right hand that was hidden before. In his hand, a bouquet of beautiful white lilies.

Allen stared at Lavi in confusion. “What is this for, Lavi?”

“Happy birthday, Allen.” The red-haired man said, with a gentle smile, giving the bouquet to the white-haired boy before him.

Tint of pink crept its way to Allen’s cheeks. He knew he was being exaggerating, but oh well. He then managed to receive Lavi’s bouquet nervously in his hands. He brought the bouquet of lily Lavi gave to his nose and sniffed it quietly.

“Do you like it? I’m sorry, it’s nothing expensive and good because I don’t know what to give you.” Lavi grinned sheepishly while scratching his right cheek.

“No! I really like it, it’s very pretty! You don’t have to give me something expensive. I don’t deserve it, you know…” Allen said, his panting from earlier vanished completely, as he fixed his gaze on the ground, unable to look the elder on the eyes.

Lavi placed his hands gently on Allen’s cheeks, bringing the white-haired boy’s head up. “Hey now, c’mon bud. If I were to buy something expensive for you, you deserved it, okay? You’re my dear friend, after all. So stop acting all sad.”

Allen’s silver orbs stared at Lavi’s gentle emerald orbs somewhat longingly, before he realized that their position was too close and intimate, at least for Allen. A blush dusted his cheeks, and he found that he was unable to move free from Lavi’s grasps –well, more like he didn’t want to. He managed to say a timid ‘yes’ and ‘thank you’ after hearing Lavi’s statement.

“That’s my Allen.” Lavi grinned, before pulling Allen into an intimate hug.

“Lavi?” Allen flushed at the sudden action. For God’s sake, he didn’t know why he acted like a lovestruck schoolgirl. “I like you,” The elder whispered quietly.

“What?” Allen asked, unable to catch Lavi’s whisper.

Lavi released Allen, then he leaned down to give Allen a soft peck on the side of his cheeks. “Nothin’. C’mon, let’s go back to the HQ. Everyone probably are worried of our little bean sprout birthday boy here.” He grinned and began walking.

Allen’s silver orbs dilated, tint of pink dusted his cheeks annoyingly, probably because Lavi had pecked him on the cheek. He touched the spot on his cheek that Lavi had pecked earlier. “Hey, what was that!? And I’m not a bean sprout!” he shouted to Lavi as he rushed to the latter’s side. Lavi let out a small chuckle.

When Allen had finally walked side to side with Lavi, he asked out of his curiosity. “What was that thing you whispered to me earlier, Lavi? I was unable to catch that.”

“’twas nothin’ important. Someday you’ll know, little bean sprout.” Lavi replied, ruffling Allen’s white strands gently, grinning.

Allen could only pout childishly at Lavi’s reply. “I’m not a bean sprout.”

Lavi laughed again.

How Lavi wanted to just glomp the boy that was currently walking side to side with him and kiss him here for acting adorably cute like that. But unfortunately, Allen never knew of Lavi’s feelings towards him.

I’ll let him know when the war ends.



A/N: A short and somewhat rushed fic for Allen’s birthday. 8’D I actually write another Laven fic for Allen’s birthday, but it’s not finished yet. Please expect it soon! I’m sorry if it’s so lame, and please forgive for any grammar mistakes, as I typed this in a rush, just for you, Allen bby. ;_; Feel free to correct me, and happy birthday too, Allen bby!! Please stay badass, cute, adorable, sweet, etc etc! I love you forever Allen hun!! <33 also, merry christmas!! God bless. And sorry for the lame title lolol! Yullen fanfic soon!