Hidup

Nov. 12th, 2012 08:26 pm
shoutoshiro: (sky)
Title: Hidup
Rating: K

Language: Bahasa Indonesia

Author: Shou Toshiro

Hidup

Jika hidup dapat diringkas dengan sebuah kata, kupikir kata yang paling cocok untuknya adalah — lagu.

Setiap orang menyusun lagu mereka sendiri.

Bisa dibilang, kita adalah pemimpin orkes dan penyusun dari lagu kita sendiri.

Di dalam musik kita, akan ada sebuah awal dan, tidak ragu lagi, sebuah akhir.
Durasinya kita tidak akan tahu, mereka tidak menentu.

Tapi — segera ataupun nanti, musik kita akan berakhir.

Dan musik yang kita susun selama ini, akan menjadi tidak lebih dari sebuah memori.

Itulah yang kupercaya.



Read @ FictionPress

Sirkam

Oct. 10th, 2012 06:38 pm
shoutoshiro: (Default)
Title: Sirkam
Genre: Romance
Rating: K+
Fan-fiction type: Oneshot

Pairing: Oz/Echo
Fandom: Pandora Hearts
Language: Bahasa Indonesia

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: Pandora Hearts © Mochizuki Jun

Sirkam

Hari ini. Hari libur spesial bagi semua bangsawan. 5 Mei. Hari yang kau tunggu-tunggu sejak saat itu. Semua masalah tentang kematian Elliot memang belum terselesaikan. Ditambah lagi dengan Leo yang hilang setelah kematian si bangsawan bertempramen tinggi itu. Kau sangat pusing, dan sudah muak dengan semua ini. Tapi, tidak ada salahnya jika menikmati hari libur untuk sehari penuh, bukan? Itu yang kau pikirkan.

“Untung Gil dan Alice sedang pergi. Aku bisa berjalan-jalan seharian hari ini!” Ucapmu sambil merentangkan tanganmu.

Kau berjalan menyusuri Leveiyu, dan berhenti di depan sebuah gedung. Mengamati gedung itu, kau berpikir.

Apakah
dia ada di sini?

Berpikir sebentar, adalah yang kau lakukan sebelum akhirnya memutuskan untuk menginjakkan kakimu ke dalam gedung itu.

Sepi, pikirmu. Derap langkahmu terdengar keras saat kau menaiki sebuah tangga dalam gedung itu. Sampai di lantai paling atas, kau berjalan ke arah jendela dan meloncatinya. Beruntung, di bawah jendela itu adalah atap sebuah toko perhiasan kecil. Kau menengokkan kepalamu ke samping, dan menemukan seorang gadis dengan rambut biru muda —sangat muda hingga terlihat seperti putih salju —yang indah sedang duduk di atap itu.

Kau tersenyum.

Kau menghampiri gadis salju itu, dan duduk di sampingnya. “Halo, Nona Echo!” Sapamu pada gadis salju itu, dengan senyum seorang bangsawan di wajahmu.

Gadis itu melirikmu selama beberapa saat. Ia tidak mengatakan apapun padamu, menjawab sapaanmu pun tidak. Ia hanya menatapmu dengan datar lewat irisnya yang berwarna silver. Gadis itu memiringkan kepalanya dengan ekspresi datar yang sama seperti tadi. Imut, pikirmu. Tapi kata-katanya yang selanjutnya sangat menusukmu.

“Siapa?”

Kau terlonjak sedikit. Kau tertawa garing, “Si—siapa? Ahahaha —… Nona Echo… Aku Oz Vessalius. Majikan kakak majikanmu itu…” Ujarmu, menggaruk punggung kepalamu yang jelas-jelas tidak terasa gatal. Gadis itu terlihat sedang berpikir.

“Ah, Tuan Oz yang itu, ya. Yang majikannya Tuan Gilbert. Echo ingat.” Katanya sambil menatapmu tanpa ekspresi.

Kau hanya tersenyum padanya. Tertawa kecil, kau berkata, “Kukira kau tidak akan ingat, hehe.”

Gadis salju itu —Echo, tiba-tiba menundukkan tubuhnya di depanmu. “Maaf atas ketidaksopanan Echo.” Ujarnya.

“E—eh? Tidak perlu minta maaf, Nona Echo…” Ucapmu, menundukkan kepala dan tubuhmu juga agar sejajar dengan gadis salju itu. “Santai saja, oke?” Lanjutmu, menepuk pelan bahu si gadis salju.

Echo hanya menganggukkan kepalanya. Ia lalu kembali duduk lagi. Kali ini, ia mengambil sebuah buku catatan kecil dan sebuah pena dari sakunya dan mulai berkutat dengan buku kecil itu.

Melihat dia yang kembali duduk, kau mengikutinya, dan memilih untuk duduk di sampingnya lagi. Penasaran akan apa yang si gadis salju itu tulis, kau bertanya. “Nona Echo, apa yang kau—”

Namun, sebelum kau sempat meneruskan pertanyaanmu, si gadis beriris silver itu menyela perkataanmu. “Echo saja.”

“Tapi, Nona Echo —” Lagi-lagi perkataanmu disela olehnya. Kali ini gadis itu bicara dengan sedikit penekanan. “Echo saja.”

Sadar bahwa kau membuat gadis itu sedikit jengkel, kau menyerah. “Oke, oke. Echo.”

Kau tertawa, mengapa bisa ada perempuan selain Alice yang ingin dipanggil hanya dengan namanya saja (minus Ada). Kau selalu percaya bahwa perempuan selalu senang jika dipanggil dengan hormat, seperti ”Nona” atau “Nyonya”. Kau juga selalu berpikir bahwa hal seperti memanggil seorang gadis hanya dengan namanya saja —adalah kasar.

Tapi, karena gadis salju ini bersikeras. Dan karena kau (sepertinya) tidak pernah bisa menolak gadis seimut Echo.

“Hei, Echo… ayo ngobrol lebih dalam tentang diri kita masing-masing.”

[x]

Langit mulai berubah menjadi berwarna oranye sore itu. Sang surya mulai terlihat tenggelam. Awan-awan ikut berwarna oranye juga. Dan dengan kau dan gadis itu masih berada di atas atap, langit yang biasanya terlihat biasa dan tanpa kesan itu berubah menjadi indah —apalagi karena kau berdua dengannya.

Tanpa sadar, kau telah menghabiskan seharian hari liburmu hanya mengobrol dengan gadis itu. Membicarakan semua tentangmu dan dia. Walaupun gadis itu tidak merespon. Kalaupun merespon, ia hanya menjawab, “Echo juga”, ataupun mengangguk. Padahal, hari ini kau ingin mengunjungi toko-toko yang baru berdiri di Leveiyu, dan mencari oleh-oleh untuk Gil dan Alice. Untuk suap. Karena kau tahu mereka akan memarahimu habis-habisan karena kau berani pergi ke kota sendiri, tanpa diawasi anggota Pandora pula.

“Nah, Echo. Hari sudah sore. Sudah hampir malam, sudah sebaiknya kau pulang ke mansion Nightray. Vincent pasti khawatir.”

Kau berdiri, dan mengusap-usap pakaianmu, menyingkirkan debu yang menempel. Gadis itu ikut berdiri, dan menyimpan buku catatan kecil serta pena-nya ke dalam saku pakaiannya lagi.

“Baik. Kalau begitu, Echo permisi. Terima kasih untuk hari ini, Tuan Oz.” Ucapnya, hendak meloncat ke atap lainnya. Biasa. Saat melihat gadis itu dari belakang, kau menyadari sesuatu. Dengan cepat, kau menarik tangannya, membuatnya hampir kehilangan keseimbangan.

Iris silver itu membesar, menatapmu dengan ekspresi yang kaget. Sadar akan perbuatanmu, kau menarik kembali tanganmu. Wajahmu memerah. “Ah… anu, itu… Echo… hiasan rambut itu… kau memakainya?” Tanyamu blak-blakan.

Wajah gadis itu memerah setelah mendengar pertanyaanmu. Ia memalingkan wajahnya, menatap ke samping. Ia menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Jika maksudmu sirkam ini, Echo pakai setiap hari sejak pemberian Tuan Oz di Bridget Day hari itu.”

Hatimu mulai memacu mendengar jawaban yang keluar dari mulut gadis itu. “Kau… suka?”

Kali ini gadis itu mengangkat wajahnya dan menatapmu dengan kedua iris silvernya yang indah. Merasa tidak kuat untuk menatapmu lebih lama, gadis itu menundukkan kepalanya. “… Echo suka.” Bisik gadis itu dengan sangat pelan, namun masih dapat terdengar olehmu.

Pacuan dalam hatimu terasa semakin menggila setelah mendengar akuan gadis itu. Ia suka. Ia suka pemberianmu hari itu. Tiba-tiba warna merah yang menghiasi wajahmu hilang.

Kau merasa percaya diri, dan memutuskan untuk bicara. Dengan senyum tulus —bukan senyummu yang biasa kau sunggingkan di depan para bangsawan busuk itu —kau meraih hiasan rambut yang terletak di belakang telinga gadis itu. Kau merasakan helaian rambut berwarna saljunya yang sangat halus saat itu. Sambil menyentuh hiasan rambut itu, kau berkata,

“Kau cantik, lho. Memakai sirkam itu.”



A/N: Revisi bisa dibaca di Wattpad maupun FFn! (username Wattpad: ArchaicAlchemy; username FFn: Shady Violet)

Tunggu Aku

Oct. 9th, 2012 06:01 pm
shoutoshiro: (sky)
Title: Tunggu Aku
Genre: Angst
Rating: K+
Fan-fiction type: Oneshot

Pairing: Kise/Kuroko ;implied
Fandom: Kuroko no Basuke
Language: Bahasa Indonesia

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Tunggu Aku

Jika aku sudah pergi jauh dari sini, meninggalkan tempat ini dan semua kenangan di sini untuk waktu yang tak dapat ditentukan,

Aku hanya akan meminta satu hal padamu. Kumohon

Hanya satu yang ia minta.

Tolong, jangan lupakan tentangku, ya?

Kise-kun

Itu adalah permohonan terakhirnya. Ia yang mengucapkannya dengan seulas senyum yang tulus di wajahnya, serta kristal-kristal bening yang mengalir turun dari kedua mata beriris biru langit itu.

Langit berubah menjadi berwarna abu-abu pekat saat itu. Titik-titik air pun mulai berjatuhan dari langit. Ini aneh. Hei, tahu kenapa? Karena ini adalah musim panas.

[x]

Lihat, Kurokocchi langit pun juga menangisi kepergianmu.

[x]

Selamat tinggal, Kurokocchi
[x]

Kau yang kini sudah berumur 22 tahun menunduk dan menaruh sebuah buket bunga di atas batu nisan berwarna silver milik seseorang yang berharga dalam hidupmu. Di batu nisan itu, terukir sebuah nama. Kuroko Tetsuya. Ia berharga bagimu. Lebih dari siapa pun.

Mengusap batu nisan milik Tetsuya dengan pelan, kau menyapa, Halo, Kurokocchi. Apa kabar? Apakah kau bahagia di atas sana? Tidak mengharapkan sebuah jawaban.

Kau tersenyum kecil. Kau pasti bahagia di atas sana, ya. Bagaimanapun juga, kau selalu ingin meraih langit biru itu. Ya, kan, Kurokocchi?

Drip.

Satu tetes air mata jatuh dari kelopak mata beriris honey brown milikmu. Terkejut, buru-buru kau menghapus air matamu dengan punggung tanganmu. Aah, aku memang tidak pernah bisa tidak menangis jika mengunjungimu, Kurokocchi. Maaf, aku tidak cukup kuat untuk hal seperti ini aku cengeng, ya? Haha” Ucapmu sambil tertawa, padahal jelas-jelas tidak ada yang lucu.

Di batu nisan itu, terdapat sebuah bingkai foto dengan lelaki berambut biru muda sedang tersenyum di dalamnya. Cantik. Orang itu terlihat cantik dalam foto itu.

Lamunanmu buyar ketika mendengar telepon selularmu berdering. Kau merogoh sakumu, dan menempelkan telepon selularmu di telingamu. Ya?

Ah, iya. Maaf, aku akan segera ke sana sekarang. Sekali lagi, maaf! Kau terlihat panik sesaat, sebelum akhirnya menutup telepon selular flip-mu, memasukkan kembali telepon itu ke dalam saku celanamu lagi.

Kau cemberut.

Kurokocchi, aku dimarahi manajerku gara-gara terlalu lama menghabiskan waktu di sini. Apa salahnya? Aku hanya ingin mengunjungimu. Lagipula, dengan jadwal pemotretanku yang semakin padat, aku jadi jarang mengunjungimu. Kau pasti kesepian, kan, Kurokocchi? Curhatmu. Wajah cemberutmu berubah menjadi lembut saat kau menyebutkan nama orang itu.

Kau menghela napas perlahan. Tapi mungkin aku akan pergi untuk sekarang. Aku tidak mau dimarahi lagi, uuhh! Aku akan mengunjungimu lagi, jadi

Mengelus bingkai foto orang itu, kau menyunggingkan sebuah senyum yang tulus. Kau berkata,

tunggu aku, ya?



A/N: Ini sebenernya epilog untuk fiksi KiKuro yang lagi kubuat. Whatever, untuk sekarang, ini bakal jadi oneshot stand-alone.
shoutoshiro: (seifuku)
Title: The Cloud and The Sky: 7 [end]
Chapter: 7/7
Genre: Romance
Rating: K+
Fan-fiction type: Drabbles

Pairing: Hibari/Tsuna
Fandom: Katekyo Hitman REBORN!
Language: Bahasa Indonesia

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: Katekyo Hitman REBORN! © Amano Akira

The Cloud and The Sky: 7

#25. Kesehatan
Jaga kesehatanmu untukku, ya? Kyoya-san. Tsuna menyerahkan sekotak bento dan tas berwarna hitam kepada Hibari. Hibari menerimanya sebelum menunduk sedikit, mensejajarkan kepalanya dengan Tsuna, dan memberikan Tsuna sebuah kecupan singkat di pipi kirinya. Untukmu.

#26. Marriage
Hibari-san aku penasaran, apakah kau mau menikahiku? Hibari menatap ke arah Tsuna sebelum mengalihkan pandangannya ke jendela yang memuat pemandangan senja yang indah sore itu. Tanpa hal merepotkan seperti itu pun kau akan terus berada di sisiku, bukan? Hibari menatap Tsuna lagi dengan kedua mata keperakannya. Sawada Tsunayoshi. Wajah Tsuna memerah.

#27. Midnight
Saat itu tengah malam ketika Hibari meninggalkan Tsuna dengan sepatah kata yang tidak pernah ia ingin dengar; Arrivederci. Tsuna menangis.



A/N: Hi! It's been a while, isn't it? Sudah seminggu lebih sejak aku update ini drabble 1827. :D Dan sekarang, Shiro hadir membawakan chapter 7 dari The Cloud and The Sky! \o/ //nari-nari geje

Maaf lama, writerblock menyerang terus tanpa henti, serius.

edit; 10/25//2013
I'll be putting this in complete section until further notice.

shoutoshiro: (blue butterfly)
Title: The Cloud and The Sky: 6
Chapter: 6/7
Genre: Romance
Rating: K
Fan-fiction type: Drabbles

Pairing: Hibari/Tsuna
Fandom: Katekyo Hitman REBORN!
Language: Bahasa Indonesia

Author: Shou Toshiro

Disclaimer: Katekyo Hitman REBORN! © Amano Akira

The Cloud and The Sky: 6

#22. Mengunjungi
Tanpa diketahui siapapun, Hibari selalu mengunjungi Tsuna saat Tsuna tidur dengan damai di hutan.

#23. Nama panggilan
Kyoya-san. Bolehkah aku memanggilmu Kyo-chan? Tsuna memainkan jari tangannya, warna merah muda menghiasi kedua pipinya. Hibari terdiam sebentar sebelum menutup kedua matanya. Tidak. Sayang sekali.

#24. Catatan
Sudut mulut Hibari terangkat tanpa persetujuannya saat ia membaca catatan yang terletak di bagian bawah berkas misinya:

P.S. Aku mencintaimu, Kyoya-san. Kembalilah dengan selamat, seperti biasa.



A/N: Duh. Akhirnya chapter 6 selesai juga. Maaf updatenya lama. Dan Chapter 6 ini belum dipublish di Facebook, soalnya aku belum nulis dua tema yang lain. Btw, yang #22 itu mengacu ke canon anime-nya dimana si Tsuna tidur dalam peti mati di hutan. Untuk yang #23, itu random.

Anyway, aku ada rencana untuk buat fic bergenre fantasy, action, supernatural sama romance sekaligus. Udah ada plotnya sih, tinggal ditulis aja sebenernya. Tapi aku maleees. //tonfa'd
Liat nanti aja, deh, hehe.

Lastly, feedback kalian ditunggu.
Sampai jumpa di chapter tujuh. o/