Title: Sirkam
Genre: Romance
Rating: K+
Fan-fiction type: Oneshot
Pairing: Oz/Echo
Fandom: Pandora Hearts
Language: Bahasa Indonesia
Author: Shou Toshiro
Disclaimer: Pandora Hearts © Mochizuki Jun
SirkamHari ini. Hari libur spesial bagi semua bangsawan. 5 Mei. Hari yang kau tunggu-tunggu sejak saat
itu. Semua masalah tentang kematian Elliot memang belum terselesaikan. Ditambah lagi dengan Leo yang hilang setelah kematian si bangsawan bertempramen tinggi itu. Kau sangat pusing, dan sudah muak dengan semua ini.
Tapi, tidak ada salahnya jika menikmati hari libur untuk sehari penuh, bukan? Itu yang kau pikirkan.
“Untung Gil dan Alice sedang pergi. Aku bisa berjalan-jalan seharian hari ini!” Ucapmu sambil merentangkan tanganmu.
Kau berjalan menyusuri Leveiyu, dan berhenti di depan sebuah gedung. Mengamati gedung itu, kau berpikir.
Apakah dia
ada di sini?
Berpikir sebentar, adalah yang kau lakukan sebelum akhirnya memutuskan untuk menginjakkan kakimu ke dalam gedung itu.
Sepi, pikirmu. Derap langkahmu terdengar keras saat kau menaiki sebuah tangga dalam gedung itu. Sampai di lantai paling atas, kau berjalan ke arah jendela dan meloncatinya. Beruntung, di bawah jendela itu adalah atap sebuah toko perhiasan kecil. Kau menengokkan kepalamu ke samping, dan menemukan seorang gadis dengan rambut biru muda —sangat muda hingga terlihat seperti putih salju —yang indah sedang duduk di atap itu.
Kau tersenyum.
Kau menghampiri gadis salju itu, dan duduk di sampingnya. “Halo, Nona Echo!” Sapamu pada gadis salju itu, dengan senyum seorang bangsawan di wajahmu.
Gadis itu melirikmu selama beberapa saat. Ia tidak mengatakan apapun padamu, menjawab sapaanmu pun tidak. Ia hanya menatapmu dengan datar lewat irisnya yang berwarna
silver. Gadis itu memiringkan kepalanya dengan ekspresi datar yang sama seperti tadi. Imut, pikirmu. Tapi kata-katanya yang selanjutnya sangat menusukmu.
“Siapa?”
Kau terlonjak sedikit. Kau tertawa garing, “Si—siapa? Ahahaha —… Nona Echo… Aku Oz Vessalius. Majikan kakak majikanmu itu…” Ujarmu, menggaruk punggung kepalamu yang jelas-jelas tidak terasa gatal. Gadis itu terlihat sedang berpikir.
“Ah, Tuan Oz yang itu, ya. Yang majikannya Tuan Gilbert. Echo ingat.” Katanya sambil menatapmu tanpa ekspresi.
Kau hanya tersenyum padanya. Tertawa kecil, kau berkata, “Kukira kau tidak akan ingat, hehe.”
Gadis salju itu —Echo, tiba-tiba menundukkan tubuhnya di depanmu. “Maaf atas ketidaksopanan Echo.” Ujarnya.
“E—eh? Tidak perlu minta maaf, Nona Echo…” Ucapmu, menundukkan kepala dan tubuhmu juga agar sejajar dengan gadis salju itu. “Santai saja, oke?” Lanjutmu, menepuk pelan bahu si gadis salju.
Echo hanya menganggukkan kepalanya. Ia lalu kembali duduk lagi. Kali ini, ia mengambil sebuah buku catatan kecil dan sebuah pena dari sakunya dan mulai berkutat dengan buku kecil itu.
Melihat dia yang kembali duduk, kau mengikutinya, dan memilih untuk duduk di sampingnya lagi. Penasaran akan apa yang si gadis salju itu tulis, kau bertanya. “Nona Echo, apa yang kau—”
Namun, sebelum kau sempat meneruskan pertanyaanmu, si gadis beriris
silver itu menyela perkataanmu. “Echo saja.”
“Tapi, Nona Echo —” Lagi-lagi perkataanmu disela olehnya. Kali ini gadis itu bicara dengan sedikit penekanan. “Echo
saja.”
Sadar bahwa kau membuat gadis itu sedikit jengkel, kau menyerah. “Oke, oke. Echo.”
Kau tertawa, mengapa bisa ada perempuan selain Alice yang ingin dipanggil hanya dengan namanya saja (minus Ada). Kau selalu percaya bahwa perempuan selalu senang jika dipanggil dengan hormat, seperti ”Nona” atau “Nyonya”. Kau juga selalu berpikir bahwa hal seperti memanggil seorang gadis hanya dengan namanya saja —adalah kasar.
Tapi, karena gadis salju ini bersikeras. Dan karena kau (sepertinya) tidak pernah bisa menolak gadis seimut Echo.
“Hei, Echo… ayo ngobrol lebih dalam tentang diri kita masing-masing.”
[x]
Langit mulai berubah menjadi berwarna oranye sore itu. Sang surya mulai terlihat tenggelam. Awan-awan ikut berwarna oranye juga. Dan dengan kau dan gadis itu masih berada di atas atap, langit yang biasanya terlihat
biasa dan tanpa kesan itu berubah menjadi indah —apalagi karena kau berdua dengannya.
Tanpa sadar, kau telah menghabiskan seharian hari liburmu hanya mengobrol dengan gadis itu. Membicarakan semua tentangmu dan dia. Walaupun gadis itu tidak merespon. Kalaupun merespon, ia hanya menjawab, “Echo juga”, ataupun mengangguk. Padahal, hari ini kau ingin mengunjungi toko-toko yang baru berdiri di Leveiyu, dan mencari oleh-oleh untuk Gil dan Alice. Untuk suap. Karena kau tahu mereka akan memarahimu habis-habisan karena kau berani pergi ke kota sendiri, tanpa diawasi anggota Pandora pula.
“Nah, Echo. Hari sudah sore. Sudah hampir malam, sudah sebaiknya kau pulang ke
mansion Nightray. Vincent pasti khawatir.”
Kau berdiri, dan mengusap-usap pakaianmu, menyingkirkan debu yang menempel. Gadis itu ikut berdiri, dan menyimpan buku catatan kecil serta pena-nya ke dalam saku pakaiannya lagi.
“Baik. Kalau begitu, Echo permisi. Terima kasih untuk hari ini, Tuan Oz.” Ucapnya, hendak meloncat ke atap lainnya.
Biasa. Saat melihat gadis itu dari belakang, kau menyadari
sesuatu. Dengan cepat, kau menarik tangannya, membuatnya hampir kehilangan keseimbangan.
Iris silver itu membesar, menatapmu dengan ekspresi yang kaget. Sadar akan perbuatanmu, kau menarik kembali tanganmu. Wajahmu memerah. “Ah… anu, itu… Echo… hiasan rambut itu… kau memakainya?” Tanyamu blak-blakan.
Wajah gadis itu memerah setelah mendengar pertanyaanmu. Ia memalingkan wajahnya, menatap ke samping. Ia menganggukkan kepalanya dengan pelan. “Jika maksudmu sirkam ini, Echo pakai setiap hari sejak pemberian Tuan Oz di Bridget Day hari itu.”
Hatimu mulai memacu mendengar jawaban yang keluar dari mulut gadis itu. “Kau… suka?”
Kali ini gadis itu mengangkat wajahnya dan menatapmu dengan kedua iris silvernya yang indah. Merasa tidak kuat untuk menatapmu lebih lama, gadis itu menundukkan kepalanya. “… Echo suka.” Bisik gadis itu dengan sangat pelan, namun masih dapat terdengar olehmu.
Pacuan dalam hatimu terasa semakin menggila setelah mendengar akuan gadis itu. Ia suka. Ia
suka pemberianmu hari itu. Tiba-tiba warna merah yang menghiasi wajahmu hilang.
Kau merasa percaya diri, dan memutuskan untuk bicara. Dengan senyum tulus —bukan senyummu yang biasa kau sunggingkan di depan para bangsawan busuk itu —kau meraih hiasan rambut yang terletak di belakang telinga gadis itu. Kau merasakan helaian rambut berwarna saljunya yang sangat halus saat itu. Sambil menyentuh hiasan rambut itu, kau berkata,
“Kau cantik, lho. Memakai sirkam itu.”
—
A/N: Revisi bisa dibaca di Wattpad maupun FFn! (username Wattpad: ArchaicAlchemy; username FFn: Shady Violet)